Sering kali kebaikan Allah
itu, kita pandang dari sudutnya yg materi, Allah itu baik kalo kita punya harta
yang banyak, tanah yang luas, pabrik yang dimana-mana, sementera kalau cuma
sekedar itu kebaikan Allah, terlalu sedikit orang yang mendapatkannya, padahal
kebaikan Allah tidak pernah berhenti, dan meliputi seluruh mahluk di dunia ini,
bahwa kita diberikan harta yang banyak itu kebaikan Allah, diberikan tanah yang
luas itu kebaikan Allah, diberi pabrik dimana-mana, itu kebaikan Allah,
Kaum muslimin jamaah jum’ah
yang dimuliakan Allah SWT.
Mari kita renungkan sebuah
hadits dimana baginda Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya, “ada empat hal
siapa yang oleh Allah diberikan keempat hal ini, sungguh dia telah diberikan
kebaikan dunia dan sekaligus diberikan kebaikan akhirat, ini berarti kalau orang
yang mendapat kebaikan didunia belum tentu baik juga berbuntut baik di akhirat,
apa empat perkara ini : yang pertama Qolban
Syakiron “orang yang oleh Allah diberikan hati yang pandai bersyukur”, ada
ungkapan hatiku adalah rumahku, kalau luas hati rumah yang kecil besar rasanya,
kalau sempit hati rumah yang besar kecil jadinya, kalau hati sempit rumahpun kecil
kiamat namanya, orang yang hatinya pandai bersyukur, bisa mensyukuri nikmat,
dan dengan dia bersyukur semakin bertambah nikmat itu kepadanya, banyak orang
kaya harta tapi miskin hati, ini gejala jaman kita sekarang, ditengah gemerlapnya
harta dia tidak tau mau diapakan harta yang banyak itu, orang2 syufi
menjelaskan kaya itu ada dua kaya majazi dan kaya hakiki, yang disebut kaya
majazi adalah lahirnya dibaluti harta tapi hatinya miskin, hidupnya sudah serba
ada tapi dia masih merasa kurang, rumahnya sudah titik air liur orang
melihatnya tapi dia merasa belum apa-apa, mobilnya berdecak orang kagum
melihatnya tapi dia rasakan itupun masih belum, maka dia selalu miskin, orang
yang diberikan hati yang kaya sungguh sebuah kebaikan, hati yang kaya hati yang
luas, kalau hati luas tandanya dua : bisa mensyukuri nikmat dan tidak
mengingkari apa yang diberikan kepadanya, tapi orang yang hatinya sempit
biasanya tidak pandai mensyukuri nikmat, dan lebih celaka lagi tidak seneng
lihat orang lain mendapat nikmat, sudah tidak bisa mensyukuri nikmat tidak
seneng lihat orang lain mendapat nikmat, disiksa oleh perasaan sendiri begitu
orang yang miskin hatinya, orang yang diberikan hati yang pandai bersyukur,
sudah diberikan kebahagiaan dunia dan kebaikan akhirat, yang kedua walisanan zakiro, orang yang diberikan lidah pandai
berzikir, menyebut nama Allah dalam arti yang seluas-luasnya, bertasbih,
bertahmid, tahlil adalah zikir tapi ada fenomena lain, melihat apapun yang
mengagungkan dia kembali kepada sang maha pencipta itupun zikir, melihat
semesta jagat raya, melihat bintang gemintang bertaburan diangkasa, melihat
lautan luas terhampar biru membentang, melihat gunung tinggi menjulang
keangkasa, semuanya mengingatkan dia kepada Allah itupun zikir, diberikan lidah
yang pandai berzikir, mengingat Allah dalam segala keadaan, dan bukankah islam
mengajarkan seperti itu, dari hal-hal yang paling kecil, memulai suatu
pekerjaan Bismillah, melihat sesuatu yang hebat Masya Allah, melihat sesuatu
yang luar biasa Subhanallah, terkejut Astaghfirullah, berjanji Insya Allah,
semua dikaitkan dengan Allah, inilah zikir itu, hidup yang larut dalam alur
ketuhanan, yang ketiga wafadnan
alal bala isyobir beruntung orang diberikan kebaikan orang kalau dia
dikaruniai badan, yang tegar menghadapi
bencana tegar menghadapi cobaan, kuat menghadapi tantangan, tantangan itu
penting, sebab kalau tidak ada tantangan kitakan tidur, cobaan juga kita
perlukan, tapi kalau kita tidak sanggup menahannya, larut oleh cobaan itu kita
akan kalah karenanya, orang yang baik diberikan kebaikan dunia akhirat punya
badan yang tegar menghadapi cobaan, apa cobaan Allah. ada dua macam : satu ayat
menjelaskan : Wanablukum bil khoiri wasyari, kami akan coba, kami akan puji
kamu dengan yang baik dengan yang tidak baik, dengan yang enak dan dengan yang
tidak enak, dengan yang senang dan dengan yang tidak menyenangkan, bukan Cuma
sakit cobaan itu, sehatpun ujian, bukan Cuma miskin ujian kayapun cobaan, bukan
Cuma tidak punya jabatan cobaan naik pangkatpun ujian, kita ini yang namanya
ujian kan yang tidak enak saja kalau sudah sakit ya Allah sedang diuji, sehat
lupa daratan, miskin ujian setelah kaya lupa bahwa itu juga ujian, banyak orang
lulus ketika diuji dengan kemiskinan, tetapi gagal meratakan setelah diuji
dengan kekayaan, ketika miskin dia hamba Allah, setelah kaya dia pindah menjadi
hamba harta, bukankah sejarah syarat dengan contoh, lanufariku baina ahadim mirusulih,
kami tidak membeda-bedakan para rasul, tidak ada rasul yang dianak emaskan,
semuanya diuji, semuanya ditempa, semuanya digembleng, semuanya tegar seperti
batu karang ditengah samudra, walau tiap hari dihempas ombak, dihantam
gelombang dia tetap berdiri dengan tegar, begitulah orang yang diberikan
kebaikan oleh Allah, lain dengan orang yang loyo, sedikit kena kesulitan
seperti ayam sampar, kerangkap tumbuh dibatu hidup segan matipun tak mau, apa
yang bisa kita lakukan, kalau dasar hidup kita sudah loyo, hidupun ini adalah
cobaan, semakin tinggi kualitas keimanan, semakin berat cobaan itu, semakin
kokoh berpegang kepada agama, semakin kuat pula cobaan datang menerpa, yang terahir wazaojatan sholihatan
diberikan istri yang sholehah, pendamping, tidak ada suami bisa sukses jadi apa
pun dia, tanpa peran serta dan dukungan
istri itu sebabnya baginda rasul menikah dengan sayidatuna Khodijah, apa yang
jadi pertimbangan beliau, mengawini seorang janda yang umurnya lima belas tahun
lebih tua dari beliau, tapi jelas baginda Rasul bukan Cuma sekedar mencari seorang
istri beliau juga mencari seorang pendamping, apa bedanya ini, tiap perempuan
bisa jadi istri, tapi tidak tiap istri bisa jadi pendamping, itu dibuktikan
dalam sejarah, orang belum beriman Khodikah Iman, orang lain memusuhi nabi
Khodijah mengorbankan hartanya untuk membantu perjuangan nabi, saat nabi
terkena kesulitan Khodijah tampil jadi penghibur Khodijah tampil jadi pembela,
ketika pertama berhadapan dengan Malaikat Jibril menyampaikan wahyu, Rasulullah
gemetar seperti orang demam, kembali kerumah damiluni Khodijah “selimut saya
Khodikah selimuti” kenapa wahai suamiku “barusan turun Jibril saya khawatir
Khodijah, Khodijah sebagai istri yang bijak pendamping yang baik beliau tampil
“kalla mayuhzikallahu abada
“janganlah engaku khawatir Allah tidak akan menyusahkan selamanya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar